Rumah Hijau, Rumah Ramah Lingkungan

Rumah hijau, rumah ramah lingkungan, green building adalah istilah-istilah yang banyak digunakan beberapa tahun belakangan ini. Konsepnya sering kita dengar sebagai bangunan yang berbasis pada kualitas lingkungan hidup manusia. Sebelumnya ada beberapa pertanyaan yang mungkin saja mengganggu dan harus lebih dahulu harus dijawab, seperti  apa sih yang disebut rumah hijau? bagaimana kita bisa merancang rumah hijau? apakah rumah hijau lebih mahal??  apa saja syarat merancang rumah hijau??

Merancang  rumah hijau berawal dari merancang hal yang sederhana, tentunya akan lebih murah dan menghasilkan karya yang nyaman dan dapat meningkatkan kualitas hidup penghuninya. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sampai bisa dikatakan rumah yang bersangkutan adalah rumah hijau, rumah ramah lingkungan.

Sesuai peruntukan. Suatu kota terdiri dari beberapa peruntukan seperti peruntukan untuk fasilitas sosial, peruntukan perumahan, peruntukan bisnis, peruntukan ruang terbuka hijau kota, dan sebagainya.Penentuan peruntukan-peruntukan tersebut sudah melalui tahap pemikiran dan pertimbangan dari berbagai pihak, tentunya dilandasi oelh teori-teori kota, sehingga menghasilkan Peraturan Daerah mengenai Tata Ruang Kota.

Rumah hijau harus dibangun di atas tanah yang peruntukannya  memang untuk perumahan. Sangat menyalahi bila rumah hijau dibangun di atas tanah yang peruntukannya bukan untuk perumahan. Setiap kawasan memiliki peraturan mendirikan bangunan yang harus dipatuhi seperti Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Garis Sepadan Bangunan (GSB), dan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Koefisien Dasar Bangunan (KDB) mengharuskan luas lantai dasar rumah tidak melebihi prosentase yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah setempat. Menurut Nirwono Yoga, anggota Ikatan Arsitek Lanskap Indonesia (IALI) di buku Gerakan Kota Hijau, KDB kawasan hunian maksimal 70% (Nirwono Yoga), Ruang Terbuka Hijau (RTH) seluas 30% dari total luas persil tersebut.  Artinya bila lahan seluas 100m2 akan dibangun rumah hijau, maka luas maksimal lantai dasar adalah 100m2x 70% = 70m2, 30m2 nya digunakan untuk taman.

Tabungan air. Bila KDB 70% maka luas lahan 100m2, maka luas 70m2 adalah luas maksimal yang dapat dibangun oleh pemilik lahan. Angka KDB bisa bervariasi tergantung pada lokasi lahannya. Semakin besar KDB maka semakin kecil RTH nya. Semakin besar RTH maka semakin besar kemungkinan air masuk ke dalam tanah pada lahan tersebut, dan semakin besar tanah menyerap air dari atas permukaan tanah, bisa memperkecil kemungkinan banjir. Air hujan tersebut disimpan di dalam tanah, air hujan tersebut di”tabung” oleh bumi. Pada saat kemarau, “tabungan” air dapat diambil sebagai persediaan air bersih.

Air hujan bukan untuk disalurkan menjauhi para pemakai air, tetapi air perlu disimpan sebagai persediaan pada musim kemarau. Managemen air yang kurang baik, bila ada saat tertentu akan berlimpah air tapi ada saat lain kawasan tersebut tidak memiliki air. Rumah ramah lingkungan mampu menyerap air yang jatuh sebanyak banyaknya ke dalam tanah (zero run off).

Material lokal. Jika dipikirkan apa hubungannya dengan rumah hijau ya? Bila mendatangkan material mudah dan sumber material dekat dengan rumah yang akan dibangun, maka ini merupakan jalur distribusi yang pendek  dan menghemat biaya distribusi serta mengurangi gas emisi karbon kendaraan. Karbondioksida memang gas yang penting, asal tidak berlebihan. Karbondioksida yang berlebihan akan merusak bumi yang berakibat tenggelamnya pulau dan hilangnya beberapa spesies di bumi.

Beberapa tanaman akan sangat baik dalam penyerapan CO2. Setiawati (2000) dalam Abrarsyah (2002) menyebutkan bahwa tanaman yang tergolong tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor adalah kembang merak, trembesi, angsana, asam londo, flamboyan, kupu – kupu, saputangan, kaliandra, sengon, nyamplung, kenanga, mahoni, eboni, krey payung, kesumba, glodokan, akasia aurikuliformis dan salam. Adapun tanaman yang tergolong sangat tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor adalah akasia mangium, sawo kecik, kayu manis, kayu putih, beringin dan kenari diacu dalam (Abrarsyah 2002). Sumber: http://hends86.wordpress.com/2011/07/01/karbon-dioksida-co2-efek-dan-penanganannya/

Tata letak ruang. Syarat ini penting, dengan penggunaan tata letak ruang yang tepat dan penyelesaian utilitas yang baik maka rumah memiliki konsep alam, hijau, tropis. Dalam bahasan ini, saya tidak memisahkan antara arti kata hijau dan tropis, karena arsitektur tropis sesuai iklim Indonesia dan mengusung konsep hijau dan nature.

noenkcahyana.blogspot.com
jendela besar untuk lubang sirkulasi udara ke dalam ruangan. sumber foto: noenkcahyana.blogspot.com

Tidak perlu kekhawatiran rumah tidak menggunakan konsep hijau bila rumah tersebut menggunakan konsep modern atau konsep post modern. Rancangan rumah menggunakan konsep arsitektur modern dan arsitektur hijau. Itulah tugas arsitek yang merancang sesuai dengan lokasi lahan tersebut berada yang memperhatikan syarat pemakaian material lokal, arah rumah terhadap mata angin, potensi daerah setempat, lingkungan sekitar. Ini yang menjadikan rumah hijau tidak copas. Rumah hijau yang memiliki identitas.

Sumber listrik. Saat ini, sebagian besar sumber listrik dari PLN. Sebagai rnacangan arsitektur hijau yang pintar, maka sumber listrik dapat berasal dari berbagai sumber seperti kincir angin, kincir air, biogas, dan panel sel surya.

Selimut tanaman. Bangunan yang dibalut oleh tanaman terbukti mampu mempengaruhi iklim mikro lingkungan sekitar. Bangunan pun lebih dingin dan energi pemakaian AC pun semakin kecil. Disadari atau tidak, pada beberapa tahun yang lalu, pemakai AC masih sedikit, karena kualitas udara masih bagus. Siang hari cukup buka jendela dan pergerakan angin masih bisa dirasakan. Sekeliling rumah masih banyak pohon-pohon besar yang memberikan kesejukan. Sekarang, pemakaian AC menjadi sangat penting untuk mendapatkan kenyamanan.

Zero waste. Dari hal yang kecil dasn dari diri sendiri, itu yang sering didengar. Dengan memisahkan sampah organic dan non organik sejak dari sumbernya. Sampah organik atau sering disebut sampah basah merupakan sampah yang dapat terurai secara alami. Sumber sampah dapat membusuk tanpa harus di daur ulang. Sedangkan sampah non organik merupakan sampah hasil industri maupun hasil pengolahan bahan mineral dan minyak bumi. Sampah yang sering disebut juga dengan sampah kering ini sangat susah terurai oleh alam, sehingga kalau sampai jumlah sampah tersebut menumpuk dalam tanah maka akan mengakibatkan pencemaran tanah dan lingkungan.

Sampah organik dihasilkan dari kegiatan rumah tangga seperti proses memasak, pertanian, kotoran hewan, dan sebagainya, contohnya kulit buah, sayuran, daun kering, Sampah basah ini, bisa digunakan sebagai pupuk untuk tanaman lainnya. Sehingga sampah organik ini lebih ramah terhadap lingkungan karena secara alami akan terurai oleh bakteri.

Berbeda dengan sampah non organik yang tidak dapat terurai oleh alam sehingga dapat mencemari lingkungan. Contoh sampah non organik diantaranya plastik, kaleng bekas minuman, alumunium, dan sebagainya.

Mulai saat ini, mulai dari yang kecil, mulai dari diri sendiri untuk hidup sehat dan hemat energi, dengan memperbanyak ruang terbuka hijau, mempersedikit penggunakan kendaraan bermotor, memilah sampah menjadi organik dan non organik, menurunkan suhu rumah dengan selimut tanaman. Semangat menjadikan rumah hijau beridentitas, rumah ramah lingkungan yang bermakna bagi penghuninya.

Leave a comment